Laman

Senin, 20 April 2015

Artikel IV: Terapi Psikoanalisis

Terapi Psikoanalisis

Pendekatan psikoanalistik dikembangkan oleh Sigmund Freud. Pendekatan psikoanalisis lebih menekankan pentingnya riwayat hidup klien, pengaruh dari impuls-impuls genetik, energi hidup, pengalaman saat usia dini, serta irasionalitas dan sumber-sumber tak sadar dari tingkah laku manusia.

Konsep psikoanalisis mengenai taraf kesadaran manusia merupakan kontribusi yang sangat besar. Freud membagi taraf kehidupan mental manusia menjadi tiga; Taraf conscious berisi ide-ide yang disadari oleh individu pada saat itu. Taraf preconscious, berisi ide-ide yang tidak disadari individu pada saat itu, namun dapat dipanggil kembali. Taraf unconscious, berisi memori dan ide yang sudah dilupakan oleh individu. Menurut Freud, ide-ide yang tidak disadari merupakan bagian terbesar dari kepribadian dan mempunyai pengaruh yang sangat kuat untuk tingkah laku manusia (Lesmana, 2013).


Struktur kepribadian manusia menurut Freud terbagi menjadi tiga;
  1. Id, tidak mempunyai kontak dengan dunia nyata, tetapi selalu berusaha untuk meredam ketegangan dengan cara memuasakan hasrat-hasrat dasar manusia. Fungsi Id adalah untuk memperoleh kepuasan, sehingga kita menyebutnya sebagai prinsip kesenangan.
  2.  Eg, adalah satu-satunya wilayah pikiran yang memiliki kontak dengan realita. Ego berkembang dari bayi dan menjadi satu-satunya sumber seseorang dalam berkomunikasi dengan dunia luar. Ego dikendalikan oleh prinsip kenyataan, yang berusaha mengganti prinsip kesenangan milik Id. Ego mengambil peranan untuk pengambilan keputusan dari kepribadian.
  3. Superego mewakili aspek-aspek moral dan ideal dari kepribadian serta dikendalikan oleh prinsip moralitas dan idealis. Superego memiliki dua subsistem, suara hati dan ego ideal. Superego berperan dalam mengendalikan dorongan-dorongan seksual dan agresif melalui proses represi. Superego memang tidak bisa membuat sendiri, tetapi bisa memerintahkan Ego untuk melakukan hal tersebut. Superego mengawasi Ego dengan ketat serta menilai tindakan dan niat dari Ego. Rasa bersalah muncul saat Ego bertindak diluar atau bertentangan dengan standar moral Superego. Perasaan inferior muncul ketika Ego tidak bisa memenuhi standar kesempurnaan yang ditetapkan oleh Superego.

Tahapan perkembangan psikoseksual

Seorang konselor harus tau bahwa kliennya ada dalam tahapan perkembangan psikoseksual yang mana, agar dapat menentukan rencana terapi selanjutnya. Freud membagi tahap perkembangan psikoseksual manusia menjadi lima tahapan;
  1. Oral: Pada tahap oral, daerah nikmat yang utama adakah mulut. Tujuan dari aktivitas ini adalah agar bayi dapat mengambil atau menerima objek pilihan yaitu puting susu ke dalam mulut bayi. Tahap ini terjadi saat bayi berusia dibawah satu tahun.
  2. Anal: Anak-anak berusia 1-2 tahun memperoleh kenikmatan melalui menahan atau melepaskan feses. Selama periode anal awal, anak memperoleh kepuasan dari merusak atau menghilangkan objek. Pada masa ini, sifat menghancurkan dari dorongan sadistis lebih kuat dibandingkan dorongan erotis sehingga anak-anak seringkali bertindak agresif pada orang tua karena membuat mereka frustasi dengan toilet training.
  3. Phalic: Anak usia 3 sampai 5 tahun berada pada masa di mana wilayah genital menjadi zona erogen utama. Mereka berusaha untuk menyelesaikan identitas seksualnya. Pada zona ini anak laki-laki mengalami oedipus complex terhadap orangtuanya. Di mana anak laki-laki ingin memiliki ibunya sendiri dan menganggap bahwa ayahnya adalah saingan terberar baginya, Sedangkan anak perempuan mengalami electra complex. Anak perempuan menyalahkan ibunya karena ia tidak memiliki penis. Rasa iri terhadap penis dapat diungkapkan dalam bentuk ingin melahirkan bayi laki-laki.
  4. Laten: Anak usia 6 sampai 12 tahun adalah masa tenang, anak memiliki sedikit minat seksualitas. Energi lebih difokuskan pada aktivitas bermain dengan teman sebaya dan penguasaan belajar kognitif serta keterampilan fisik.
  5. Genital: Tahap akhir psikoseksual ditandai dengan masa pubertas bagi anak-anak. Bila semuanya berjalan baik, maka perkembangan pola heteroseksual yang normal akan terjadi. Bila ada kesulitan yang tidak terselesaikan pada salah satu tahapan sebelumnya, individu mungkin akan mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan tanggung jawab orang dewasa yang mulai pada tahap genital ini.
Mekanisme Pertahanan Diri

Defense mechanisme dibuat oleh Ego agar individu tidak perlu menghadapi ledakan-ledakan seksual dan agresif secara langsung dan untuk mepertahankan diri sendiri dari kecemasan yang mengikuti dorongan-dorongan tersebut. Mekanisme ini bukanlah sesuatu yang bersifat patologis, hanya merupakan tingkah laku normal. Namun, apabila dipergunakan secara ekstrem, maka mekanisme-mekanisme ini akan megarah kepada perilaku yang impulsif, repetitif serta neurotis. Adapun macam-macam jenis mekanisme pertahanan diri adalah sebagai berikut;
  • Represi: menekan dorongan-dorongan atau tindakan ke dalam alam bawah sadar.
  • Reaksi Formasi: mengubah perasaan yang tidak dapat diterima menjadi sebaliknya.
  • Denial: individu menyangkal atau tidak menerima kenyataan yang menyakitkan.
  • Displacement: pengubahan arah respon emosi dari target sebenarnya ke orang lain.
  • Regresi: kembalinya tingkah laku seseorang ke tahap awal perkembangan.
  • Proyeksi: mengatribusi keinginan atau pemikiran yang tidak diterima.
  • Sublimasi: mengubah agresi yang tidak diterima ke perilaku sosial yang berguna.
  • Introyeksi: mengambil alih dan menelan nilai-nilai dari orang lain.
  • Rasionalisasi: memberikan penjelasan yang masuk akal untuk suatu perilaku yang tidak dapat diterima.
Munculnya masalah atau gangguan

Menurut Freud, manusia ditentukan oleh energi psikis dan pengalaman masa dini. Motif dan konflik yang tidak disadari amat mempengaruhi tingkah laku. Manusia didorong oleh impuls agresif dan seks. Masalah atau gangguan patologis yang ada pada masa dewasa bersumber dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan atau yang direpresi pada masa dini.

Tujuan terapi:
  1. Menjadikan hal-hal yang berada ditahap ketidaksadaran menjadi sadar atau nyata.
  2. Merekonstruksi kepribadian dasar.
  3. Membantu klien untuk menghidupkan kembali pengalaman masa lalu dan mengatasi konflik-konflik yang mengalami represi.
  4. Serta mencapai kesadaran intelektual.
Peran terapis:

Terapis berperan untuk menciptakan suasana agar klien merasa bebas untuk mengekspresikan pikiran-pikiran yang sulit, terapis juga berusaha agar klien mendapat wawasan terhadap permasalahan-permasalahannya dengan mengalami kembali pengalaman tersebut kemudian menyelesaikan permasalahan dari masa lalu yang belum terselesaikan.


Teknik-teknik terapi psikoanalisis:
  • Asosiasi Bebas: Klien mencoba untuk mengatakan apa saja yang muncul dalam pikiran meskipun terdengar aneh, irasional, menggelikan dan menyakitkan kepada terapis. Pada teknik ini Id diminta untuk berbicara sedangkan Ego tinggal diam.
  • Analisis Mimpi: Menurut Freud mimpi adalah sarana untuk memahami yang tidak disadari. Klien didorong untuk bermimpi dan menceritakan apa saja yang terjadi dalam mimpi kepada terapis. Analisis harus menyadari manifest content (arti yang nyata atau kelihatan) dan latent content (arti tersembunyi tapi yang sesungguhnya).
  • Analisis Transferensi: Transferensi adalah respon klien terhadap terapis, seakan-akan terapis adalah orang yang berhubungan atau penting di dalam masa lalu klien. Terapis mendorong transferensi ini dan menginterpretasikan perasaan-perasaan negatif dan positif yang diekspresikan agar klien dapat mengerti.
  • Interpretasi: Terapis membantu klien untuk memahami arti peristiwa dari masa lalu dan saat ini. Interpretasi menyangkut penjelasan dan analisis berbagai pikiran, perasaan dan tindakan klien. Terapis harus mengetahui waktu yang tepat untuk melakukan interpretasi.
  • Analisis Resistensi: Sangat penting adanya resistensi dari klien selama berlangsungnya proses terapi. Untuk itu terapis membantu klien untuk mendapatkan wawasan mengenai resistensinya atau tingkah laku lainnya agar terapi tetap berjalan.
Sumber: 
  • Lesmana, Jeanette M. 2013. Dasar-dasar Konseling. Jakarta: UI-Press.
  • Feist, J & Feist, G. 2010. Theories of Personality (7th ed). New York: Mc Graw Hill.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar