Laman

Senin, 20 April 2015

Artikel V: Terapi Humanistic Eksistensial

Terapi Humanistic Eksistensial

Istilah humanistik dalam hubungannya dengan konseling, memfokuskan pada potensi individu untuk secara aktif memilih dan membuat keputusan tentang hal-hal yang berkaitan dengan dirinya sendiri dan lingkungannya (Lesmana, 2013). Psikologi eksistensial modern berawal dari tulisan-tulisan karya Soren Kierkegaard (1813-1855), seorang filsuf dan teolog asal Denmark.

Ia menentang segala usaha untuk melihat manusia hanya sebagai objek dan pada saat yang bersamaan, menentang pandangan bahwa persepsi subjektif adalah satu-satunya realita yang dimiliki seseorang. Kierkegaard lebih memperdulikan orang yang mengalami maupun pengalaman dari orang tersebut. Ia berharap agar mengerti manusia sebagaimana mereka hadir di dunia sebagai makhluk yang berpikir, aktif dan berkemauan. Kierkegaard berusaha untuk mengatasi dikotomi dari rasionalitas dan emosi dengan mengarahkan perhatian manusia pada kenyataan atas pengalaman yang baru saja dialami, yang sama-sama dilandasi oleh subjektivitas dan objektivitas secara bersamaan.

Kierkegaard menekankan pada keseimbangan manusia antara kebebasan dan tanggung jawab. Manusia mendapat kebebasan untuk bertindak dengan memperluas kesadaran dirinya, kemudian dengan mengambil tanggung jawab atas tindakannya. Akan tetapi, untuk mendapatkan kebebasan dan tanggung jawab hanya dapat dilakukan jika individu dapat melepaskan kecemasan.

Para psikolog menginterpretasikan eksistensialisme dalam berbagai cara, eksistensi ada sebelum esensi. Eksistensi berarti untuk muncul atau untuk menjadi, esensi mengimplikasikan substansi yang statis dan tidak dapat diubah. Eksistensialisme menetang pemisahan antara subjek dan objek. Manusia hidup untuk mencari arti kehidupan mereka. Para eksistensialis berpendapat bahwa setiap manusia bertanggungjawab atas siapa dirinya dan akan menjadi apa.

Konsep dasar eksistensialisme ada dua, yaitu;
  • Being-in-the-world: Para eksistensialis mengadopsi pendekatan fenomenologis dalam mencoba untuk memahami kemanusiaan. Bagi mereka, manusia hadir di dunia yang dapat dimengerti dengan baik dari sudut pandang kita sendiri. Persatuan dasar dari manusia dan lingkungannya diekspresikan dengan sebuah kata dalam bahasa Jerman, Dasein. Dasein artinya untuk hadir di sana atau secara harfiah berarti untuk eksis di dunia dan umumnya ditulis sebagai being-in-the-world. Tanda hubung dalam istilah tersebut digunakan untuk mengimplikasikan kesatuan dari subjek dan objek, dari manusia dan dunia. Manusia mengalami tiga bentuk being-in-the-world yang terjadi secara bersamaan: Umwelt, hubungan individu dengan lingkungan; Mitwelt, hubungan individu dengan orang lain; Eigenwelt, hubungan individu dengan diri sendiri.
  • Non being: Being-in-the-world membutuhkan sebuah kesadaran atas diri sebagai makhluk yang hidup dan berkembang. Kesadaran ini kemudian dapat juga berakibat pada ketakutan akan ketiadaan, yaitu kehampaan atau non being.
Konsep dasar terapi eksistensialisme, pendekatannya lebih kepada konseling dari pada model teoritis yang lengkap. Perkembangan kepribadian berdasarkan pada keunikan setiap individu. Sense of self sudah muncul sejak masa bayi. Self-determination dan suatu kecenderungan untuk pertumbuhan merupaka ide sentral. Penekanan pada masa kini dan masa depan.

Munculnya masalah atau gangguan

Saat manusia menyangkal takdirnya dan meninggalkan mitos-mitos, mereka kehilangan alasan untuk menjadi individu yang tidak memiliki arah. Tanpa suatu tujuan atau target, manusia menjadi sakit dan mulai terlibat dalam bermacam perilaku yang mnghancurkan serta merugikan diri sendiri.


Banyak orang dalam masyarakat barat merasa terasing dari dunia (Umwelt), dari orang lain (Mitwelt), dan terutama dari dirinya sendiri (Eigenwelt). Mereka merasa tidak signifikan di dunia dan semakin melakukan dehumanisasi pada individu. Perasaan yang tidak signifikan ini mengarah pada sikap apatis dan keadaan penurunan kesadaran.

May memandang psikopatologi sebagai kurangnya komunikasi—kurangnya kemampuan untuk mengetahui orang lain dan untuk membagi diri kita dengan mereka. Orang yang terganggu secara psikologis mengembangkan gejala-gejala neurotik, tidak untuk mendapatkan kebebasan mereka, tetapi untuk melepaskannya. Gejala-gejala tersebut mempersempit dunia fenomenologis mereka sampai pada suatu ukuran yang akan membuat coping menjadi lebih mudah.

Tujuan terapi:
  • Membantu klien untuk melihat bahwa mereka bebas dan menyadari kemungkinan-kemungkinan yang ada.
  • Membantu mereka untuk mengenali bahwa mereka bertanggung jawab atas kejadian-kejadian yang awalnya terjadi atas mereka.
  • Mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat kebebasan.
Peran terapis:
Terapis berusaha membangun hubungan satu lawan satu (Mitwelt) yang membuat klien mampu untuk lebih sadar akan dirinya dan hidup sepenuhnya dalam dunia mereka sendiri (Eigenwelt). Terapis dituntut untuk menjadi sangat terbuka dan tidak berbasa-basi serta untuk menentang klien.

Teknik-teknik terapi humanistic eksistensial


Menurut May, dalam psikoterapi ia tidak menawarkan arahan-arahan spesifik untuk diikuti. Terapi eksistensial tidak mempunyai satu set teknik atau metode khusus yang dapat diaplikasikan kepada semua klien. Terapis hanya memiliki diri mereka dan kemanusiaan untuk ditawarkan.

Namun, pada kasus Philip, May menggunakan gagasan agar Philip membuat percakapan fantasi dengan ibunya yang sudah meninggal dan Philip kecil. Teknik ini mampu membuat Philip lebih sadar akan bagian-bagian dari dirinya yang telah ada selama ini. Hal tersebut membuatnya maju dengan arahan menuju kebebasan personal. 

Sumber:
  • Lesmana, Jeanette M. 2013. Dasar-dasar Konseling. Jakarta: UI-Press.
  • Feist, J & Feist, G. 2010. Theories of Personality (7th ed). New York: Mc Graw Hill.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar