Laman

Senin, 20 April 2015

Artikel VI: Terapi Client-Centered

Terapi Person-Centered


Carl Rogers dikenal sebagai pencetus dari teori yang berpusat pada klien (Client-centered). Rogers mengembangkan teori kepribadian humanistik yang tumbuh dari pengalamannya sebagai praktisi psikoterapi. Ia pertama kali memformulasikan teori ini dalam bukunya Counseling and Psychotherapy yang terbit pada tahun 1942.
Rogers menyatakan manusia pada dasarnya adalah baik. Adapun karakteristik yang dimiliki manusia adalah postive, forward moving, constructive, realistic dan trustworthy. Setiap pribadi adalah orang yang sadar, terarah dari dalam dan bergerak ke arah aktualisasi diri, sejak dari bayi.

Rogers mengajukan dua asumsi umum dalam teorinya;
  1. Kecenderungan Formatif: Rogers percaya bahwa terdapat kecenderungan dari setiap hal, baik organik maupun non-organik, untuk berevolusi dari bentuk yang sederhana menjadi bentuk yang lebih kompleks.
  2. Kecenderungan Aktualisasi: Kecenderungan manusia untuk bergerak menuju keutuhan atau pemuasan dari potensi. Aktualisasi meliputi seluruh bagian manusia—fisiologis dan intelektual, rasional dan emosional, kesadaran dan ketidaksadaran.
Aktualisasi diri menurut Rogers adalah dorongan yang paling menonjol dan memotivasi eksistensi dan mencakup tindakan yang mempengaruhi keseluruhan kepribadian. Rogers memandang manusia sebagai self-theory karena konsep self adalah sentral dalam teorinya. Self berasal dari pengalaman seseorang dan kesadaran tentang self ini mambantu orang untuk membedakan dirinya dengan orang lain.

Aktualisasi diri menurut Rogers terbagi dua subsistem, yaitu konsep diri dan diri ideal. Konsep diri meliputi seluruh aspek dalam keberadaan dan pengalaman seseorang yang tidak disadari oleh individu tersebut. Sedangkan, diri ideal didefinisikan sebagai pandangan seseorang atas diri sebagaimana yang diharapkannya. Diri ideal meliputi semua atribut, biasanya hal positif yang dimiliki oleh seseorang.

Dalam terapi ini, klien mengalami perasaan-perasaan yang dulunya ditolak. Klien mengaktualisasikan potensi dan mengarah pada peningkatan kesadaran, spontanitas, percaya pada diri, dan iner-directednes. Terapi ini berfokus pada saat ini, pengalaman, dan pengungkapan perasaan.

Munculnya masalah atau gangguan

Kemunculan masalah atau gangguan pada manusia terjadi saat seseorang mengalami penghargaan bersyarat, inkongruensi, sikap defensif dan disorganisasi. Penghargaan bersyarat dan evaluasi eksternal dapat berakibat pada kerentanan munculnya kecemasan dan ancaman serta menghambat manusia dari merasakan penerimaan positif yang tidak bersyarat. Inkongruensi berkembang saat diri organismik dan diri yang dirasakan tidak selaras. Saat diri organismik dan diri yang dirasakan tidak kongruen, manusia cenderung menjadi defensif serta menggunakan distorsi dan penyangkalan sebagai usaha untuk mengurangi inkongruensi. Manusia mengalami disorganisasi saat distorsi dan penyangkalan tidak cukup untuk menahan inkongruensi.

Orang-orang yang rentan tidak menyadari inkongruensi mereka dan mempunyai kemungkinan untuk merasa lebih cemas, terancam dan defensif.

Tujuan terapi:

  • Klien diharapkan dapat mengenali hambatan-hambatan ke arah pertumbuhan dan dapat mengalami aspek-aspek dalam self yang awalnya ditolak atau didistorsi.



  • Memungkinkan klien untuk terbuka, percaya pada diri dan meningkatkan spontanitas.
Peran terapis:

Peran terapis bersifat holistik, berakar pada cara mereka berada dan sikap-sikap mereka, tidak pada teknik-teknik yang dirancang agar klien melakukan sesuatu. Sikap-sikap terapis memfasilitasi perubahan pada klien dan bukan pengetahuan, teori atau teknik-teknik yang mereka miliki. Terapis berperan untuk menyediakan iklim yang aman sehingga kondusif untuk eksplorasi diri.

Teknik-teknik terapi person-centered

Menurut Rogers kualitas hubungan konseling jauh lebih penting daripada teknik. Ada tiga kondisi yang perlu dan sudah cukup untuk konseling, yaitu;

  1. Empathy: Kemampuan terapis untuk merasakan bersama dengan klien dan menyampaikan pemahaman ini kembali kepada mereka. Empati adalah usaha untuk berpikir bersama dan bukan berpikir tentang atau untuk mereka.
  2.  Positive regard: Dikenal juga sebagai akseptansi adalah genuine caring yang mendalam untuk klien sebagai pribadi sangat menghargai klien karena keberadaannya.
  3. Congruence: Suatu kondisi transparan dalam hubungan terapeutik dengan tidak memakai topeng atau pulasan-pulasan.

Sumber:  
Lesmana, Jeanette M. 2013. Dasar-dasar Konseling. Jakarta: UI-Press.
Feist, J & Feist, G. 2010. Theories of Personality (7th ed). New York: Mc Graw Hill.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar