Laman

Kamis, 28 Mei 2015

Analisis Video Terapi Person Centered


Analisis kelompok mengenai video terapi person centered

Menurut kelompok kami, pandangan person-centered menekankan pentingnya penerimaan pasien oleh terapis dan penghargaan terhadap integritasnya sebagai individu yang mandiri dan otonom. Hubungan tersebut harus bebas dari segala macam tekanan atau paksaan secara halus. Terapis tidak boleh memasukkan nilai-nilai dan praduga-praduganya sendiri ke dalam hubungan terapi, dia juga tidak boleh menggunakan prosedur-prosedur yang biasa digunakan seperti; menetapkan tujuan-tujuan, memberikan nasehat, mendorong, menafsirkan dan menetapkan hal-hal yang akan dibicarakan. Terapis tidak memberikan peranan pasif dalam terapi melainkan memperlihatkan peranan aktif yang hangat dan tanggap terhadap pasien serta menerima pasien sebagai seorang pribadi. Syarat yang harus terjadi pada terapis saat terapi adalah: 
  • Unconditional positive regard (penerimaan hangat); merupakan sikap menerima pasien apa adanya. Terapis dengan ikhlas hati menerima dan menghargai pasien. Dengan kata lain, penerimaan berarti pengakuan terhadap hak pasien untuk memiliki perasaan-perasaan. Hal yang juga perlu ditekankan bahwa seorang terapis harus bersifat non-posesif maksudnya adalah seorang terapis tidak boleh membutuhkan penghargaan untuk disukai atau diterima. Jika itu terjadi maka dalam proses terapis, pasien sulit mendapatkan dukungan sehingga perubahan pada pasien akan terhambat. Dalam video terapis mengatakan kalimat yang mengandung unconditional positif regard yaitu; "memang terasa kurang nyaman untuk berbagi rasa dengan orang asing terutama untuk masalah yang sangat pribadi bahkan, saya pun tidak bisa memprediksi bagaimana perasaan anda setelah ini. Saya telah bertemu banyak orang yang merasa kurang nyaman hingga perlahan-lahan mereka mulai lebih terbuka dan santai".
  • Emphaty; salah satu tugas terapis adalah memahami secara peka dan akurat pengalaman-pengalaman dan perasaan-perasaan pasien. Penekanannya terletak pada “disisni” dan “kini”, dengan pemahaman empatik, terapis dapat mendorong pasien agar lebih erat dengan dirinya sendiri, dan dapat mengalami perasaan-perasaannya sendiri secara lebih mendalam, dan dengan demikian dia dapat mengakui ketidakselarasan dan pengalaman organismiknya. Dari video tersebut terapis mengatakan ”Jadi, anda cukup khawatir terhadap anak-anak anda. Anak anda John mungkin lebih ‘oke, saya bisa atasi ini’ walaupun merasa masih kurang nyaman, namun anda akan lebih khawatir pada Jackie yang lebih perasa, sehingga anda sangat mengkhawatirkan kondisi anak-anak anda. Benar seperti itu?”.
  • Kongruensi; kesediaan terapis untuk memahami secara betul dan terbuka, dalam hubungannya dengan pasien. Kondisi ini ditandai dengan hubungan yang tulus dan tidak mengada-adakan (realistis) perasaan dari pasien. Dari video tersebut terapis mengatakan “saya terkesan dengan upaya anda untuk memperhatikan anak anda dan anda ingin mengutamakan mereka. Selain itu anda juga ingin memastikan bahwa anak anda dalam keadan yang baik dan itu adalah kerja yang bagus bagi anda sebagai ayah mereka dalam menjaga mereka.” 

Ketiga syarat tersebut perlu diperhatikan bagi terapis bahwa, semakin besar kadarnya seorang terapis paham dengan perasaan pasien maka semakin besar juga peluang yang dimiliki pasien untuk melangkah maju dalam terapi.

Kesimpulan dari klien mengenai masalah yang dihadapinya;

Klien merasa bahwa mengakhiri hubungannya (bercerai) dengan sang istri bukanlah solusi yang tepat, ia merasa khawatir dengan efek yang ditimbulkan dari tindakannya tersebut kepada kedua anaknya. Ia masih ingin mempertahankan hubungannya dengan sang istri agar bisa menjadi keluarga yang harmonis seperti dulu, untuk itu ia akan berupaya untuk menyelesaikan konflik antara dirinya dan sang istri.

Kelompok; 
Linda Lindiawati (14512218)
Nafisah (15512224)
Nurul Fatikah (15512532)
Septia Nur Aini (16512924)
3PA01

Referensi : Semiun, Y. 2006. Kesehatan Mental 3. Yogyakarta : Kansius

Tidak ada komentar:

Posting Komentar