Laman

Senin, 20 April 2015

Artikel III: Terapi Person-Centered

Carl Rogers dikenal sebagai pencetus dari teori yang berpusat pada klien (Client-centered). Rogers mengembangkan teori kepribadian humanistik yang tumbuh dari pengalamannya sebagai praktisi psikoterapi. Ia pertama kali memformulasikan teori ini dalam bukunya Counseling and Psychotherapy yang terbit pada tahun 1942. 


Tujuan terapi:
  • Klien diharapkan dapat mengenali hambatan-hambatan ke arah pertumbuhan dan dapat mengalami aspek-aspek dalam self yang awalnya ditolak atau didistorsi.
  • Memungkinkan klien untuk terbuka, percaya pada diri dan meningkatkan spontanitas. 
Peran Terapis:

Terapis memfasilitasi perubahan pada klien dan bukan pengetahuan, teori atau teknik-teknik yang mereka miliki. Terapis berperan untuk menyediakan iklim yang aman sehingga kondusif untuk eksplorasi diri. 

Teknik-teknik terapi person-centered


Menurut Rogers kualitas hubungan konseling jauh lebih penting daripada teknik. Ada tiga kondisi yang perlu dan sudah cukup untuk konseling, yaitu;

  1.  Empathy: Kemampuan terapis untuk merasakan bersama dengan klien dan menyampaikan pemahaman ini kembali kepada mereka. Empati adalah usaha untuk berpikir bersama dan bukan berpikir tentang atau untuk mereka. 
  2. Positive regard: Dikenal juga sebagai akseptansi adalah genuine caring yang mendalam untuk klien sebagai pribadi sangat menghargai klien karena keberadaannya.
  3. Congruence: Suatu kondisi transparan dalam hubungan terapeutik dengan tidak memakai topeng atau pulasan-pulasan. 
Sumber:
  • Lesmana, Jeanette M. 2013. Dasar-dasar Konseling. Jakarta: UI-Press.
  • Feist, J & Feist, G. 2010. Theories of Personality (7th ed). New York: Mc Graw Hill.

Artikel II: Terapi Eksistensial Humanistik

Istilah humanistik dalam hubungannya dengan konseling, memfokuskan pada potensi individu untuk secara aktif memilih dan membuat keputusan tentang hal-hal yang berkaitan dengan dirinya sendiri dan lingkungannya (Lesmana, 2013). 

Para psikolog menginterpretasikan eksistensialisme dalam berbagai cara, eksistensi ada sebelum esensi. Eksistensi berarti untuk muncul atau untuk menjadi, esensi mengimplikasikan substansi yang statis dan tidak dapat diubah. Eksistensialisme menetang pemisahan antara subjek dan objek.

Tujuan terapi:
  • Membantu klien untuk melihat bahwa mereka bebas dan menyadari kemungkinan-kemungkinan yang ada.
  • Membantu mereka untuk mengenali bahwa mereka bertanggung jawab atas kejadian-kejadian yang awalnya terjadi atas mereka.
  • Mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat kebebasan.
Menurut May, dalam psikoterapi ia tidak menawarkan arahan-arahan spesifik untuk diikuti. Terapi eksistensial tidak mempunyai satu set teknik atau metode khusus yang dapat diaplikasikan kepada semua klien. Terapis hanya memiliki diri mereka dan kemanusiaan untuk ditawarkan.


Sumber:
  • Lesmana, Jeanette M. 2013. Dasar-dasar Konseling. Jakarta: UI-Press.
  • Feist, J & Feist, G. 2010. Theories of Personality (7th ed). New York: Mc Graw Hill.

Artikel I: Terapi Psikoanalisis

Freud membagi taraf kehidupan mental manusia menjadi tiga; Taraf conscious berisi ide-ide yang disadari oleh individu pada saat itu. Taraf preconscious, berisi ide-ide yang tidak disadari individu pada saat itu, namun dapat dipanggil kembali. Taraf unconscious, berisi memori dan ide yang sudah dilupakan oleh individu. Menurut Freud, ide-ide yang tidak disadari merupakan bagian terbesar dari kepribadian dan mempunyai pengaruh yang sangat kuat untuk tingkah laku manusia.

Freud membagi kehidupan mental manusia menjadi 3;



Id dikendalikan prinsip kesenangan, berisi hasrat-hasrat terpendam manusia.
Ego dikendalikan oleh prinsip kenyataan dan dia lah yang berfungsi mengambil keputusan dari kepribadian.
Superego dikendalikan oleh prinsip moralitas. Ia berperan dalam mengendalikan dorongan-dorongan seksual dan agresif melalui proses represi.

Tujuan dari terapi:

Menjadikan hal-hal yang berada ditahap ketidaksadaran menjadi sadar atau nyata.
Membantu klien untuk menghidupkan kembali pengalaman masa lalu dan mengatasi konflik-konflik yang mengalami represi. 

Teknik-teknik terapi psikoanalisis:
  • Teknik asosiasi bebas: Klien mencoba untuk mengatakan apa saja yang muncul dalam pikiran meskipun terdengar aneh, irasional, menggelikan dan menyakitkan kepada terapis.

  • Teknik analisis mimpi: Klien didorong untuk bermimpi dan menceritakan apa saja yang terjadi dalam mimpi kepada terapis. Terapis lalu menginterpretasi maksud-maksud mimpi Indonesia. 

  • Teknik analisis transferens: Transferensi adalah respon klien terhadap terapis, seakan-akan terapis adalah orang yang berhubungan atau penting di dalam masa lalu klien.

Sumber:
  • Lesmana, Jeanette M. 2013. Dasar-dasar Konseling. Jakarta: UI-Press.
  • Feist, J & Feist, G. 2010. Theories of Personality (7th ed). New York: Mc Graw Hill.

Artikel VI: Terapi Client-Centered

Terapi Person-Centered


Carl Rogers dikenal sebagai pencetus dari teori yang berpusat pada klien (Client-centered). Rogers mengembangkan teori kepribadian humanistik yang tumbuh dari pengalamannya sebagai praktisi psikoterapi. Ia pertama kali memformulasikan teori ini dalam bukunya Counseling and Psychotherapy yang terbit pada tahun 1942.

Artikel V: Terapi Humanistic Eksistensial

Terapi Humanistic Eksistensial

Istilah humanistik dalam hubungannya dengan konseling, memfokuskan pada potensi individu untuk secara aktif memilih dan membuat keputusan tentang hal-hal yang berkaitan dengan dirinya sendiri dan lingkungannya (Lesmana, 2013). Psikologi eksistensial modern berawal dari tulisan-tulisan karya Soren Kierkegaard (1813-1855), seorang filsuf dan teolog asal Denmark.

Ia menentang segala usaha untuk melihat manusia hanya sebagai objek dan pada saat yang bersamaan, menentang pandangan bahwa persepsi subjektif adalah satu-satunya realita yang dimiliki seseorang. Kierkegaard lebih memperdulikan orang yang mengalami maupun pengalaman dari orang tersebut. Ia berharap agar mengerti manusia sebagaimana mereka hadir di dunia sebagai makhluk yang berpikir, aktif dan berkemauan. Kierkegaard berusaha untuk mengatasi dikotomi dari rasionalitas dan emosi dengan mengarahkan perhatian manusia pada kenyataan atas pengalaman yang baru saja dialami, yang sama-sama dilandasi oleh subjektivitas dan objektivitas secara bersamaan.

Artikel IV: Terapi Psikoanalisis

Terapi Psikoanalisis

Pendekatan psikoanalistik dikembangkan oleh Sigmund Freud. Pendekatan psikoanalisis lebih menekankan pentingnya riwayat hidup klien, pengaruh dari impuls-impuls genetik, energi hidup, pengalaman saat usia dini, serta irasionalitas dan sumber-sumber tak sadar dari tingkah laku manusia.

Konsep psikoanalisis mengenai taraf kesadaran manusia merupakan kontribusi yang sangat besar. Freud membagi taraf kehidupan mental manusia menjadi tiga; Taraf conscious berisi ide-ide yang disadari oleh individu pada saat itu. Taraf preconscious, berisi ide-ide yang tidak disadari individu pada saat itu, namun dapat dipanggil kembali. Taraf unconscious, berisi memori dan ide yang sudah dilupakan oleh individu. Menurut Freud, ide-ide yang tidak disadari merupakan bagian terbesar dari kepribadian dan mempunyai pengaruh yang sangat kuat untuk tingkah laku manusia (Lesmana, 2013).